by: Khabibul Umam - Mahasiswa Ilmu Perpustaakaan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Minggu, 04 Maret 2018

Budaya Nge”Band” Pemuda Jaman Now




Salam literasi gaes... :D. 
Pada kesempatan kali ini admin Be Librarian Blogspot dapat tugas mata kuliah IDKS (Informasi Dalam Konteks Sosial) nih, untuk membahas tentang kebudayaan. Kebetulan karena lagi kuliah di kota yang mendapat julukan  Kota Budaya alias Yogyakarta bukan hal yang sulit untuk mencari kebudayaan-kebudayaan yang ada di masyarakat Jogja. Teman-teman sekelas mimin berpikir tentang budaya teater. Bahkan banyak juga yang menyisihkan uang sakunya untuk nonton teater. Dan kayaknya sebagian besar teman-teman mimin mengulas tentang teater. Sepintas mimin jadi terpikir, “bukankah yang namanya kebudayaan itu adalah kehidupan dari masyarakat itu sendiri?” “tidak harus dari pementasan teater kan??”. Mimin lalu terinspirasi untuk mencari topik kebudayaan dari angkringan Stasiun Tugu. Setelah mimin amati kembali ternyata banyak kebudayaan yang bisa diulas dari tempat ini. Namun, mimin lebih tertarik pada perfonmance band jalanan. Alasannya adalah pertama, karena banyak yang mementaskan Band jalanan. Kedua, karena lagu-lagu yang dibawakan tidak hanya lagu-lagu Indonesia, tapi juga lagu-lagu luar negeri dan hampir semua genre lagu bisa dimainkan. Ketiga, apakah ada unsur budaya lokal dalam pementasan band jalanan tersebut?.

Untuk mengerjakan tugas tersebut, mimin melakukan observasi dan wawancara di sekitar angkringan Stasiun Tugu. Adapun hasil wawancara tersebut mimin tuangkan dalam paragraf narasi berikut ini.
Mimin mewawancarai seorang penyanyi sekaligus pemain gitar yang bernama Mancar. Beliau berasal dari Bantul, usianya 23 tahun. Dari hasil wawancara diketahui bahwa mas Mancar ini belajar bermain gitar sejak masih SD. Keseharian mas Mancar pada siang hari adalah bekerja sebagai wiraswasta, pada malam harinya mas Mancar mencari tambahan dengan manggung nge band di sekitar angkringan Stasiun Tugu.
Dari pengakuannya, mas Mancar melakukan kegiatan ini tidak hanya karena ingin mencari tambahan, namun karena mas Mancar sendiri suka menghibur orang dengan bernyanyi. Banyak genre lagu yang bisa dibawakan mas Mancar.  Ada genre pop, rock N Roll, dangdut, dan lain sebagainya. Biasanya mas Mancar mempelajari satu atau dua lagu dari tiap penyanyi atau grup band yang sudah merilis album mereka. Untuk lagu-lagu tradisional misalnya seperti genre keroncong, mas Mancar belum bisa membawakannya karena kuncinya yang sulit dan karena tidak ada yang mengajari. Selain itu, karena kelompok nge band tiap malam yang berbeda juga cukup menyulitkan mas Mancar. Ternyata kelompok band jalanan yang ada di daerah Stasiun Tugu bukanlah grup paten, setiap malam mereka selalu berganti anggota grup tergantung pada siapa yang hadir malam itu.

Menurut pendapat mimin sendiri, tidak masalah jika membawakan kebudayaan-kebudayaan dari daerh lain untuk ditampilkan. Selama kebudayaan itu adalah kebudayaaan yang baik dan tidak menyimpang dari norma agama dan norma social tidaklah masalah. Keudayaan tersebut harusnya lebih diperhatikan agar hasil dari akulturasi budaya tersebut bias menghasilkan suatu kebudayaan lain yang lebih baik dari kebudayaan sebelumnya. Dan lagi, yang namanya kebudayaan itu kan tergantung dari pelaku kebudayaan itu sendiri. Sehingga benarpun aslinya kebudayaan tersebut adalah kebudayaan dari daerah lain atau bahkan negara lain, justru hal tersebut akan memperkaya kebudayaan yang sudah karena karakter dari pelaku kebudayaan tersebut masih pada karakter kebudayaan asli dari daerah asal pelaku kebudayaan yang bersangkutan. Malah karakter asli tersebut diintegrasikan dalam kebudayaan baru yang cenderung dikenal oleh banyak kalangan.


Sekian ulasan kebudayaan dari mimin. Apa yang mimin sampaikan di atas adalah sebuah opini semata. Mimin tidak bermaksud untuk menjatuhkan atau merugikan pihak manapun. Apabila ada tutur kata mimin yang kurang berkenan mohon dimaafkan….

0 Comments:

Posting Komentar