Cerpen Motivasi
Preman
Panutan
Oleh: Khabibul Umam (MAN Demak)
“Kkriiing.... kkriiing....
kkriiing” bunyi alarm jam beker pak Yasin membangunkannya dari tidur yang
pulas, tepat 30 menit sebelum masuk jam kantor pak Yasin. Dengan perawakan
wajahnya yang kusut belum mandi, hanya sekedar meyikat gigi, berbekal nasi
bungkus dan sebatang roti, ia bergegas pergi ke kantor tempatnya bekerja di
jalan Raden Fatah sebelah Kodim TNI.
Dasi yang masih longgar dan seragam yang masih lungsut menjadi ciri khas pak
Yasin saat bekerja di kantor Direktorat Jendral Pajak.
“Yasin kamu kog telat lagi
kenapa?” tanya salah seorang teman pak Yasin.
“Biiasa, tadi bangun
kepagian, jam 02.30” jawab pak Yasin dengan wajah cuek.
“Lho kan bagus to pak,
bisa bangun jam 02.30, bisa solat malam dulu. Terus apa hubungannya kog bisa
telat” saut teman pak Yasin sambil terus memandangi wajah pak Yasin.
“Orang aku bangun cuman
lagi ngempet aja kog, terus tidur lagi sampai kesiangan” bantah pak Yasin
sambil terus berjalan meninggalkan temannya.
“Pak Yasin laporan yang
saya pasrahkan kemarin gimana?, sudah selesai?” tanya pak Wagiyo selaku atasan
pak Yasin saat berjabat tangan.
“Anu pak...anu...” jawab
pak Yasin dengan gugup dan penuh rasa malu.
“Kog anu anu gimana?,
cepat selesaikan, ni pak Danu sudah menunggu laporan sejak kemarin. Kalau nggak
selesai-selesai saya pecat kamu...!!!” tegur pak Wagiyo.
“Iya pak, segera saya
selesaikan...!!!” terus pak Yasin.
“Makanya Sin, kerja tu ya
disiplin” ledekan dari teman pak Yasin.
“Disiplin-disiplin, emange
Pramuka apa...!!!” jawab pak Yasin dengan jengkel.
“HAAAHHAAAAaaaa.....Ndang
Tobato- Ndang Tobato” sambung teman pak Yasin.
Bergeser kesebalah rumah
pak Yasin, selang waktu 2 jam kemudian bang Aan si preman-premanan (begitu kata
teman-teman) bangun dari ranjang dengan mengangkat kedua tangannya yang kekar
berotot dengan muka yang menyeramkan. Tak lupa bang Aan mandi pagi menjelang
siang dan menghabiskan sarapan pagi yang alakadarnya tanpa lalapan. Dengan
santainya bang Aan mangkal di pinggir jalan dekat pasar yang jadi pusat
perdagangan dengan harapan mendapat penghasilan. Bang Aan juga kan butuh makan,
iya nggak bang...
“Nang Aan tolong bantu
nenek ngangkat karung ini nak...!!!” ujar nenek Ijah.
“Nek, udah berapa kali gue
bilang, jangan manggil gue ‘nak’, panggil ‘abang’ dong nek ah gimanasih...??”
jawab bang Aan agak ngambek.
“Iya-iya nak.., buruan
angkat karungnya, sudah ditunggu pengepul tu di sono di pinggir jalan!!” jawab
nenek Ijah sambil menunjuk sekumpulan karung.
“Tuu kan manggil ‘nak’
lagi...??” bantah bang Aan sambil mengangkat karung.
“Dari pada aku manggil
‘bang’ nanti dikira orang-orang pasar kita pacaran gimana? hayooo...!” saut
nenek Ijah dengan wajah tersenyum.
“Oh iya ya, dari pada gue
dikira pacaran sama nenek-nenek, hancur sudah reputasi gue sebagai preman-premanan”.
Jawab bang Aan dengan matanya yang agak melirik.
“Makanya, nurut aja sama
orang tua. Kamu memang cucu nenek yang baik, tiap hari selalu bantu ngangkat
karung dengan tepat waktu, jadinya nenek nggak dimarahi mandor nenek” terus
nenek Ijah.
“Emangnya gue cucu nenek?,
ya iyalah gue bantu nenek, orang gue aja kuli panggul di pasar ini kan?” kata
Bang Aan.
“Iya iya cuu. Nah ni upah
elu, tapi punya kembalian 10 ribu nggak uange 50 ribu an?” nenek Ijah memberi
upah.
“Sini gue tukarin di
warung dulu” jawab bang Aan saat menerima upah.
“Bang Aan...?” panggil
salah seorang pedagang dari belakang bang Aan.
“Iyaaa apa...??” jawab
bang Aan dengan nada tinggi sampai-sampai nenek Ijah kaget.
“Ntar tolong angkatin
kardus itu ya...??” terus si pedagang.
“Oce!!” jawab singkat bang
Aan sambil jalan ke warung untuk menukarkan uang.
Di sisi lain, pak Yasin
yang masih sibuk plus pusing bekerja diam diam keluar dari kantornya untuk
jajan es kopi di warung dekat pasar. Maklum saja, banyaknya tugas yang masih
numpuk di meja pak Yasin dengan interfal deadline yang berdekatan menjadikan
pikiran pak Yasin penuh dengan rumus tak berujung. Ditambah lagi sikap pak
Yasin yang suka sepele menjadikan warung kopi dekat pasar sebagai solusi
alternatif pak Yasin saat kabur dari kantornya.
Tanpa disangka-sangka pak
Yasin bertemu dengan tetangganya yang sedang menukarkan uang nenek Ijah, bang
Aan. Tanpa adanya rasa malu dan rasa canggung pak Yasin bertanya kepada bang
Aan.
“Bang Aan lagi apa bang?,
mau ngopi juga ya?” tanya pak Yasin.
“Ogah.!, gue ni lagi nukar
uangnya nek Ijah” jawab bang Yasin dengan mata melotot.
“Buat apa?” terus pak
Yasin.
“Buat kembalian upah lah,
uangnya kan kelebihan..!!!” jawab bang Aan.
“Ngapain dikembalikan?, tu
kan cuman 10 ribu?, ambil aja, toh juga nenek Ijah sudah tua kan, nggak mungkin
bisa menang melawan kamu, ambil aja...!!!” hasut pak Yasin.
“Iya ambil aja..!!!” terus
orang-orang yang ada di warung.
“Nggak bakal.... Daripada
gue harus merampas hak wanita tua gue lebih memilih untuk bobol bank aja
sekalian, lebih gedhe uangnya, bisa langsung beli muka elu. Uang berapapun
mudah gue cari, asalkan gue mau nekat. Lebih baik jadi preman-premanan dari
pada preman beneran yang nyusahin sesama.” bantah bang Aan dengan lantang dan
tegas.
Serentak semua yang ada di
warung mendadak terdiam membisu. Pak Yasin yang merasa sangat malu
menyembunyikan wajahnya dibalik gelas kopi yang diminumnya. Setelah mendengar
perkataan bang Aan hati pak Yasin seolah-olah tersambar petir. Tubuhnya sangat
gemetaran dan merenungi apa yang dikatakan bang Aan. Untuk sesaat pak Yasin
terdiam memandangi gelasnya yang masih terisi kopi.
Belum sempat pak Yasin
menghabiskan kopinya ia segera bergegas kembali ke kantornya. Tanpa banyak
bicara kepada siapapun pak Yasin segera menghadap layar komputer yang telah dua
jam ditinggalkannya. Pak Yasin masih gemetaran saat menggerakkan mouse
komputernya. Bahkan ia sempat keliru menghapus data laporan yang belum selesai
dibuatnya. Alhasil pak Yasin semakin
terdiam saat ditegur pak Wagiyo.
Sepulang kerja pak Yasin
masih saja terdiam merenungi perkataan bang Aan, bahkan ia tak ingat makan dan
main game online yang menjadi kewajiban pak Yasin sepulang bekerja. Seolah
mendapat ilham dari Tuhan, pak Yasin terus menerus memikirkan ucapan bang Aan. Dengan penuh pertimbangan
dan bermodal nekat pak Yasin yang sebelumnya belum pernah berkunjung ke rumah
bang Aan memberanikan diri untuk melangkah masuk ke halaman rumah bang Aan.
“Thok-thok...”bunyi pintu
yang diketuk pak Yasin “Assalamu’alaikum...?”
“Assalamu’alaikum...?”
“Assalamu’alaikum...?”
Tidak sabar menunggu
jawaban, pak Yasin menengok kedalam rumah bang Aan melalui jendela di samping
pintu. Betapa terkejutnya pak Yasin saat mendapati bang Aan sedang solat
berjamaah dengan ibunya. Pak Yasin sangat terkejut sampai-sampai tidak
mendengar sapaan tetangga disamping rumah bang Aan.
“lagi apa pak Yasin?”.
“pak Yasin?”. “pak Yasiiiin?”, “Ooo dasar pengung...!!!”
Pak Yasin yang teramat
sangat merasa malu pada bang Aan lekas kembali pulang ke rumahnya. Malam itu
menjadi malam yang panjang bagi pak Yasin, pada malam itulah pak Yasin untuk
pertama kalinya mengerjakan solat setelah lima tahun ditinggalkannya. Teringat
pada laporannya yang belum selesai, pak Yasin mengerjakan laporan tersebut
hingga larut malam. Ia bertekad untuk menyelesaikan tugas yang sempat
diselewengkannya.
Berbeda dengan biasanya
pak Yasin berangkat lebih awal dengan penampilan yang sangat rapi. Bahkan
teman-teman dikantornya sempat terheran-heran dengan tingkah teman sekantornya
itu. Tidak hanya teman sekantor, pak Wagiyo yang biasanya menagih laporan pada pak Yasin
menjadi tersenyum karena laporan tersebut sudah diletakkan dimejanya.
Pak Yasin juga tidak lagi
kabur saat jam kerja, bahkan ia lebih memilih untuk jajan bareng dengan temannya
saat istirahat. Seperti biasa pak Yasin jajan di warung dekat pasar. Kebetulan
waktu itu bang Aan juga sedang beristirahat di bawah pohon dekat warung. Dengan
wajah pak Yasin yang menghadap ke bawah karena merasa malu, pak yasin mendekati
bang Aan yang sedang leyeh-leyeh di bawah pohon.
“Istirahat pak Yasin?”
sapa bang Aan dengan ramah.
“Iya bang. Kog sendirian
bang, temen-temennya mana?” saut pak Yasin.
“Biasa...lagi pada maen
kartu di bawah jembatan” jawab bang Aan.
“Lha abang nggak ikut maen
juga” terus pak Yasin.
“Ah.., buat apa? toh
kalaupun gue menang nggak ada nikmatnya” jawab bang Aan.
Untuk sesaat pak Yasin
terdiam. Dengan penuh rasa penasaran pak Yasin bertanya pada bang Aan
“Bang, banyak orang yang
bilang sampean tu preman-premanan, tapi kog sikap abang malah kayak orang yang
alim?, sampai-sampai aku tidak menyangka itu adalah sampean”
“Perawakanku emang kayak
preman, tapi jangan sampai gue jadi preman beneran yang hanya menyusahkan orang.
Gue punya pendirian yang selalu ku pegang, satu, jangan sampai telat membantu
nek Ijah, dua, jangan sampai mengambil kembalian upah nek Ijah, dan yang
terpenting jangan lupa solat jamaah dengan emak. Gue memang sengaja
berperawakan preman karena gue nggak suka dianggap orang alim yang hanya
bermodal peci putih” jawab bang Aan dengan tatapan yang serius
Tak lama kemudian pak
Yasin kembali ke kantornya dan menceritakan semua kejadian yang dialaminya
kepada teman-temannya. Tanpa diduga pak Wagiyo juga mendengar cerita pak Yasin.
Pak Wagiyo tertarik pada kedisiplinan, kejujuran, dan ketegasan bang Aan.
Hingga akhirnya pak Wagiyo meminta pak Yasin untuk mengajak bang Aan bekerja di
kantor Direktorat Jendral Pajak kabupaten Demak.
Sejak bang Aan ikut bekerja
bersama pak Yasin, mereka berdua sering bersama-sama dalam menjalankan tugas
maupun saat tidak menjalankan tugas. Kini, pak Yasin dan bang Aan telah
berubah. Mereka menjadi pasangan pekerja yang memiliki kedisiplinan, kejujuran,
dan ketegasan yang tinggi. Bermodalkan sikap yang dimiliki keduanya, pak Yasin
dan bang Aan menjadi pelopor gerakan anti korupsi bernama “STOP Korupsi, DJP
Bisa...!!!” di kabupaten Demak. Mereka telah mengharumkan nama Direktorat
Jendral Pajak kabupaten Demak di kancah propinsi Jawa Tengah. Sampai-sampai
gubernur Jawa tengah memberikan penghargaan secara pribadi karena ketertarikan
beliau pada kedisiplinan, kejujuran, dan ketegasan dari pak Yasin dan bang Aan.
“Saya sangat mengapresiasi
dan merasa sangat bangga atas prestasi yang bapak-bapak torehkan, lebih-lebih
pada pak Aan yang membuat saya sangat tertarik karena latar belakang kehidupan
bapak. Kedisiplinan, kejujuran, dan ketegasan merupakan modal pokok dalam
memberantas korupsi.” ujar gubernur Jawa Tengah.